News Update :

Powered by Blogger.

Manhaj Feed

AQIDAH feed

Doa dan Dzikir Feed

AMALAN Feed

Mengenal Imam Bukhari

Saturday, January 26, 2013


Muhammad bin Hatim Warraq Al-Bukhari rahimahullah menceritakan, “Aku bermimpi melihat Bukhari berjalan di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap kali Nabi mengangkat telapak kakinya maka Abu Abdillah (Bukhari) pun meletakkan telapak kakinya di situ.” (Hadyu Sari, hal. 656)



Nama dan Nasabnya
Beliau bernama Muhammad, putra dari Isma’il bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Ju’fi, biasa dipanggil dengan sebutan Abu ‘Abdillah. Beliau dilahirkan pada hari Jum’at setelah shalat Jum’at 13 Syawwal 194 H di Bukhara (Bukarest). Ketika masih kecil, ayahnya yaitu Isma’il sudah meninggal sehingga dia pun diasuh oleh sang ibu. Ghinjar dan Al-Lalika’i menceritakan bahwa ketika kecil kedua mata Bukhari buta. Suatu ketika ibunya bermimpi melihat Nabi Ibrahim berkata kepadanya, “Wahai ibu, sesungguhnya Allah telah memulihkan penglihatan putramu karena banyaknya doa yang kamu panjatkan kepada-Nya.” Pagi harinya dia dapati penglihatan anaknya telah sembuh (lihat Hadyu Sari, hal. 640)

Sanjungan Para Ulama KepadanyaAbu Mush’ab rahimahullah (di dalam cetakan tertulis Abu Mu’shab, sepertinya ini salah tulis karena dalam kalimat sesudahya ditulis Abu Mush’ab, pent) Ahmad bin Abi Bakr Az Zuhri mengatakan, “Muhammad bin Isma’il (Bukhari) lebih fakih dan lebih mengerti hadits dalam pandangan kami daripada Imam Ahmad bin Hambal.” Salah seorang teman duduknya berkata kepadanya, “Kamu terlalu berlebihan.” Kemudian Abu Mush’ab justru mengatakan, “Seandainya aku bertemu dengan Malik (lebih senior daripada Imam Ahmad, pent) dan aku pandang wajahnya dengan wajah Muhammad bin Isma’il niscaya aku akan mengatakan: Kedua orang ini sama dalam hal hadits dan fiqih.” (Hadyu Sari, hal. 646)
Qutaibah bin Sa’id rahimahullah mengatakan, “Aku telah duduk bersama para ahli fikih, ahli zuhud, dan ahli ibadah. Aku belum pernah melihat semenjak aku bisa berpikir ada seorang manusia yang seperti Muhammad bin Isma’il. Dia di masanya seperti halnya Umar di kalangan para sahabat.” (Hadyu Sari, hal. 646)
Muhammad bin Yusuf Al Hamdani rahimahullah menceritakan: Suatu saat Qutaibah ditanya tentang kasus “perceraian dalam keadaan mabuk”, lalu masuklah Muhammad bin Isma’il ke ruangan tersebut. Seketika itu pula Qutaibah mengatakan kepada si penanya, “Inilah Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaih, dan Ali bin Madini yang telah dihadirkan oleh Allah untuk menjawab pertanyaanmu.” Seraya mengisyaratkan kepada Bukhari (Hadyu Sari, hal. 646)
Ahmad bin Hambal rahimahullah mengatakan, “Negeri Khurasan belum pernah melahirkan orang yang seperti Muhammad bin Isma’il.” (Hadyu Sari, hal. 647)
Bundar Muhammad bin Basyar rahimahullah mengatakan tentang Bukhari, “Dia adalah makhluk Allah yang paling fakih di zaman kami.” (Hadyu Sari, hal. 647)
Hasyid bin Isma’il rahimahullah menceritakan: Ketika aku berada di Bashrah aku mendengar kedatangan Muhammad bin Isma’il. Ketika dia datang, Muhammad bin Basyar pun mengatakan, “Hari ini telah datang seorang pemimpin para fuqoha’.” (Hadyu Sari, hal. 647)
Muslim bin Hajjaj rahimahullah -penulis Shahih Muslim, murid Imam Bukhari- mengatakan, “Aku bersaksi bahwa di dunia ini tidak ada orang yang seperti dirimu (yaitu seperti Bukhari).” (Hadyu Sari, hal. 650)
Kekuatan Hafalan Imam Bukhari dan Kecerdasannya
Muhammad bin Abi Hatim Warraq Al Bukhari menceritakan: Aku mendengar Bukhari mengatakan, “Aku mendapatkan ilham untuk menghafal hadits ketika aku masih berada di sekolah baca tulis (kuttab).” Aku berkata kepadanya, “Berapakah umurmu ketika itu?” Dia menjawab, “Sepuluh tahun atau kurang dari itu. Kemudian setelah lulus dari Kuttab, aku pun bolak-balik menghadiri majelis haditsnya Ad-Dakhili dan ulama hadits lainnya. Suatu hari tatkala membacakan hadits di hadapan orang-orang dia (Ad-Dakhili) mengatakan, ‘Sufyan meriwayatkan dari Abu Zubair dari Ibrahim.’ Maka aku katakan kepadanya, ‘Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan dari Ibrahim.’ Maka dia pun menghardikku, lalu aku berkata kepadanya, ‘Rujuklah kepada sumber aslinya, jika kamu punya.’ Kemudian dia pun masuk dan melihat kitabnya lantas kembali dan berkata, ‘Bagaimana kamu bisa tahu wahai anak muda?’ Aku menjawab, ‘Dia adalah Az Zubair (bukan Abu Zubair, pen). Nama aslinya Ibnu Adi yang meriwayatkan hadits dari Ibrahim.’ Kemudian dia pun mengambil pena dan membenarkan catatannya. Dan dia pun berkata kepadaku, ‘Kamu benar’. Menanggapi cerita tersebut, Bukhari ini Warraq berkata, “Biasa, itulah sifat manusia. Ketika membantahnya umurmu berapa?” Bukhari menjawab, “Sebelas tahun.” (Hadyu Sari, hal. 640)
Hasyid bin Isma’il menceritakan: Dahulu Bukhari biasa ikut bersama kami bolak-balik menghadiri pelajaran para masayikh (para ulama) di Bashrah, pada saat itu dia masih kecil. Dia tidak pernah mencatat, sampai-sampai berlalu beberapa hari lamanya. Setelah 6 hari berlalu kami pun mencela kelakuannya. Menanggapi hal itu dia mengatakan, “Kalian merasa memiliki lebih banyak hadits daripada aku. Cobalah kalian tunjukkan kepadaku hadits-hadits yang telah kalian tulis.” Maka kami pun mengeluarkan catatan-catatan hadits tersebut. Lalu ternyata dia menambahkan hadits yang lain lagi sebanyak lima belas ribu hadits. Dia membacakan hadits-hadits itu semua dengan ingatan (di luar kepala), sampai-sampai kami pun akhirnya harus membetulkan catatan-catatan kami yang salah dengan berpedoman kepada hafalannya (Hadyu Sari, hal. 641)
Muhammad bin Al Azhar As Sijistani rahimahullah menceritakan: Dahulu aku ikut hadir dalam majelis Sulaiman bin Harb sedangkan Bukhari juga ikut bersama kami. Dia hanya mendengarkan dan tidak mencatat. Ada orang yang bertanya kepada sebagian orang yang hadir ketika itu, “Mengapa dia tidak mencatat?” Maka orang itu pun menjawab, “Dia akan kembali ke Bukhara dan menulisnya berdasarkan hafalannya.” (Hadyu Sari, hal. 641)
Suatu ketika Bukhari rahimahullah datang ke Baghdad. Para ulama hadits yang ada di sana mendengar kedatangannya dan ingin menguji kekuatan hafalannya. Mereka pun mempersiapkan seratus buah hadits yang telah dibolak-balikkan isi hadits dan sanadnya, matan yang satu ditukar dengan matan yang lain, sanad yang satu ditukar dengan sanad yang lain. Kemudian seratus hadits ini dibagi kepada 10 orang yang masing-masing bertugas menanyakan 10 hadits yang berbeda kepada Bukhari. Setiap kali salah seorang di antara mereka menanyakan kepadanya tentang hadits yang mereka bawakan, maka Bukhari menjawab dengan jawaban yang sama, “Aku tidak mengetahuinya.” Setelah sepuluh orang ini selesai, maka gantian Bukhari yang berkata kepada 10 orang tersebut satu persatu, “Adapun hadits yang kamu bawakan bunyinya demikian. Namun hadits yang benar adalah demikian.” Hal itu beliau lakukan kepada sepuluh orang tersebut. Semua sanad dan matan hadits beliau kembalikan kepada tempatnya masing-masing dan beliau mampu mengulangi hadits yang telah dibolak-balikkan itu hanya dengan sekali dengar. Sehingga para ulama pun mengakui kehebatan hafalan Bukhari dan tingginya kedudukan beliau (lihat Hadyu Sari, hal. 652)
Muhammad bin Hamdawaih rahimahullah menceritakan: Aku pernah mendengar Bukhari mengatakan, “Aku hafal seratus ribu hadits sahih.” (Hadyu Sari, hal. 654). Bukhari rahimahullah mengatakan, “Aku menyusun kitab Al-Jami’ (Shahih Bukhari, pent) ini dari enam ratus ribu hadits yang telah aku dapatkan dalam waktu enam belas tahun dan aku akan menjadikannya sebagai hujjah antara diriku dengan Allah.” (Hadyu Sari, hal. 656)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menuturkan bahwa apabila Bukhari membaca Al-Qur’an maka hati, pandangan, dan pendengarannya sibuk menikmati bacaannya, dia memikirkan perumpamaan-perumpamaan yang terdapat di dalamnya, dan mengetahui hukum halal dan haramnya (lihat Hadyu Sari, hal. 650)
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membalas jasa-jasa beliau dengan sebaik-baik balasan dan memasukkannya ke dalam Surga Firdaus yang tinggi. Dan semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang dapat melanjutkan perjuangannya dalam membela Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyebarkannya kepada umat manusia. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Biografi Ringkas Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin


Nasabnya
Beliau adalah Abu Abdillah, Muhammad bin Sholih Al Utsamin, Al Wuhaibi, At Tamimi.
Kelahirannya
Beliau dilahirkan di kota ‘Unaizah pada tanggal 27 Ramadhan tahun 1347 H.
Pertumbuhannya
Beliau belajar al-Qur’an pada kakeknya dari jalur ibunya, Abdurrahman bin Sulaiman Alu Damigh rahimahullah, kemudianmenghafalnya. Setelah itu beliau mulai belajar khat (menulis), ilmu hitung, dan sebagian cabang ilmu sastra.


Biografi Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu’anhu


Penulis: Syaikh ‘Abdurrahman bin ‘Abdillah As Suhaim hafizhahullah
Nama
Nama beliau -menurut pendapat yang shahih- adalah Abdullah bin ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taiym bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay Al Qurasyi At Taimi.
Kun-yah
Beliau memiliki kun-yah: Abu Bakar
Laqb (Julukan)
Beliau dijuluki dengan ‘Atiq (عتيق) dan Ash Shiddiq (الصدِّيق).
Sebagian ulama berpendapat bahwa alasan beliau dijuluki ‘Atiq karena beliau tampan. Sebagian mengatakan karena beliau berwajah cerah. Pendapat lain mengatakan karena beliau selalu terdepan dalam kebaikan. Sebagian juga mengatakan bahwa ibu beliau awalnya tidak kunjung hamil, ketika ia hamil maka ibunya berdoa,
اللهم إن هذا عتيقك من الموت ، فهبه لي
Ya Allah, jika anak ini engkau bebaskan dari maut, maka hadiahkanlah kepadaku

KEUTAMAAN DAN KEMULIAAN DO'A

Oleh
Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih

[1]. Do'a adalah ibadah berdasarkan firman Allah :
"Artinya : Berdo'alah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". [Ghafir : 60].

Imam Hafizh Ibnu Hajar menuturkan bahwa Syaikh Taqiyuddin Subki berkata : Yang dimaksud doa dalam ayat di atas adalah doa yang bersifat permohonan, dan ayat berikutnya 'an 'ibaadatiy menunjukkan bahwa berdoa lebih khusus daripada beribadah, artinya barangsiapa sombong tidak mau beribadah, maka pasti sombong tidak mau berdoa.

Mengenal Jenis Dzikir


Ada pelajaran yang amat menarik dari Ibnul Qayyim rahimahullah. Dalam kitab beliau Al Wabilush Shoyyib, juga kitab beliau lainnya yaitu Madarijus Salikin dan Jala-ul Afham dibahas mengenai berbagai jenis dzikir. Dari situ kita dapat melihat bahwa dzikir tidak terbatas pada bacaan dzikir seperti tasbih (subhanallah), tahmid (alhamdulillah) dan takbir (Allahu akbar) saja. Ternyata dzikir itu lebih luas dari itu. Mengingat-ingat nikmat Allah juga termasuk dzikir. Begitu pula mengingat perintah Allah sehingga seseorang segera menjalankan perintah tersebut, itu juga termasuk dzikir. Selengkapnya silakan simak ulasan berikut yang kami sarikan dari penjelasan beliau rahimahullah.
Dzikir itu ada tiga jenis:

KEDUDUKAN SUNNAH

Oleh
Syaikh Dr Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani



Sunnah adalah benteng Allah yang kuat, yang bila dimasuki seseorang, orang itu akan aman. Sunnah merupakan pintu Allah terbesar, yang barangsiapa memasukinya akan termasuk di antara mereka yang meyambung silaturrahmi denganNya. Ia akan tetap menegakkan pemilikinya meskipun sebelumnya terduduk karena amal perbuatan mereka. Cahayanya akan berjalan di hadapan mereka, ketika cahaya ahli bid’ah dan kemunafikannya sudah sirna. Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang diputihkan wajahnya, ketika wajah ahli bid’ah dihitam-legamkan.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram” [Ali Imran : 106]

Ibnu Abbas mengungkapkan : “Ahlus Sunnah dan para pemersatu umat adalah orang-orang yang diputihkan wajahnya, ketika wajah ahli bid’ah dan para pemecah belah umat dihitam legamkan”[1]

AL-QUR’AN MUHKAM DAN MUTASYABIH

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Bagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2




Dilihat dari sisi pandang, muhkam dan mutasyabih, Al-Qur’an terbagi dalam tiga bentuk.

Pertama : MUHKAM
Umumnnya merupakan ciri Al-Qur’an secara keseluruhan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Alif Laam Raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu” [Huud : 1]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Alif Laam Raa. Inilah ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung hikmah” [Yunus : 1]

Islam, Rahmatan Lil ‘Alamin


Benar bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Namun banyak orang menyimpangkan pernyataan ini kepada pemahaman-pemahaman yang salah kaprah. Sehingga menimbulkan banyak kesalahan dalam praktek beragama bahkan dalam hal yang sangat fundamental, yaitu dalam masalah aqidah.

Pernyataan  bahwa Islam adalah agamanya yang rahmatan lil ‘alamin sebenarnya adalah kesimpulan dari firman Allah Ta’ala,
وَما أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ
Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)

Kaidah memahami Al-Qur'an dan Hadist


Umat Islam memiliki modal yang sangat besar untuk bersatu, karena mereka beribadah kepada ilaah (Tuhan) yang satu, mengikuti nabi yang satu, berpedoman kepada kitab suci yang satu, berkiblat kepada kiblat yang satu. Selain itu, ada jaminan dari Allah dan Rasul-Nya, bahwa mereka tidak akan sesat selama mengikuti petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, berpegang-teguh kepada Alquran dan al Hadits. Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman,
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى {123} وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. (Q.S Thaha: 123, 124).
Dalam menjelaskan kedua ayat ini, Abdullah bin Abbas berkata, “Allah menjamin kepada siapa saja yang membaca Alquran dan mengikuti apa-apa yang ada di dalamnya, bahwa dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.” [Tafsir ath Thabari, 16/225].

Keutamaan-Keutamaan Al-Qur'an

[1] al-Qur’an adalah Cahaya
Cahaya yang akan menerangi perjalanan hidup seorang hamba dan menuntunnya menuju keselamatan adalah cahaya al-Qur’an dan cahaya iman. Keduanya dipadukan oleh Allah ta’ala di dalam firman-Nya (yang artinya), “Dahulu kamu -Muhammad- tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami yang Kami kehendaki.” (QS. asy-Syura: 52)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “…Dan sesungguhnya kedua hal itu -yaitu al-Qur’an dan iman- merupakan sumber segala kebaikan di dunia dan di akherat. Ilmu tentang keduanya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Bahkan pada hakekatnya tidak ada ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya selain ilmu tentang keduanya.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 38)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia, sungguh telah datang kepada kalian keterangan yang jelas dari Rabb kalian, dan Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang-benderang.” (QS. an-Nisaa’: 174)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah adalah penolong bagi orang-orang yang beriman, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya, adapun orang-orang kafir itu penolong mereka adalah thoghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan-kegelapan.” (QS. al-Baqarah: 257)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. al-An’aam: 122)

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata mengenai tafsiran ayat ini, “Orang itu -yaitu yang berada dalam kegelapan- adalah dulunya mati akibat kebodohan yang meliputi hatinya, maka Allah menghidupkannya kembali dengan ilmu dan Allah berikan cahaya keimanan yang dengan itu dia bisa berjalan di tengah-tengah orang banyak.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 35)
[2] al-Qur’an adalah Petunjuk
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Alif lam lim. Inilah Kitab yang tidak ada sedikit pun keraguan padanya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 1-2). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya al-Qur’an ini menunjukkan kepada urusan yang lurus dan memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal salih bahwasanya mereka akan mendapatkan pahala yang sangat besar.” (QS. al-Israa’: 9).
Oleh sebab itu merenungkan ayat-ayat al-Qur’an merupakan pintu gerbang hidayah bagi kaum yang beriman. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, agar mereka merenungi ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah mereka tidak merenungi al-Qur’an, ataukah pada hati mereka itu ada gembok-gemboknya?” (QS. Muhammad: 24). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah mereka tidak merenungi al-Qur’an, seandainya ia datang bukan dari sisi Allah pastilah mereka akan menemukan di dalamnya banyak sekali perselisihan.” (QS. an-Nisaa’: 82)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya dia tidak akan sesat dan tidak pula celaka.” (QS. Thaha: 123).
Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata, “Allah memberikan jaminan kepada siapa saja yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya, bahwa dia tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akherat.” Kemudian beliau membaca ayat di atas (lihat Syarh al-Manzhumah al-Mimiyah karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr, hal. 49).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah menerangkan, bahwa maksud dari mengikuti petunjuk Allah ialah:

  1. Membenarkan berita yang datang dari-Nya,
  2. Tidak menentangnya dengan segala bentuk syubhat/kerancuan pemahaman,
  3. Mematuhi perintah,
  4. Tidak melawan perintah itu dengan memperturutkan kemauan hawa nafsu (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 515 cet. Mu’assasah ar-Risalah)
[3] al-Qur’an Rahmat dan Obat
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia! Sungguh telah datang kepada kalian nasehat dari Rabb kalian (yaitu al-Qur’an), obat bagi penyakit yang ada di dalam dada, hidayah, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an itu obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Akan tetapi ia tidaklah menambah bagi orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. al-Israa’: 82)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Sesungguhnya al-Qur’an itu mengandung ilmu yang sangat meyakinkan yang dengannya akan lenyap segala kerancuan dan kebodohan. Ia juga mengandung nasehat dan peringatan yang dengannya akan lenyap segala keinginan untuk menyelisihi perintah Allah. Ia juga mengandung obat bagi tubuh atas derita dan penyakit yang menimpanya.” (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 465 cet. Mu’assasah ar-Risalah)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah berkumpul suatu kaum di dalam salah satu rumah Allah, mereka membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan pasti akan turun kepada mereka ketenangan, kasih sayang akan meliputi mereka, para malaikat pun akan mengelilingi mereka, dan Allah pun akan menyebut nama-nama mereka diantara para malaikat yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim dalam Kitab adz-Dzikr wa ad-Du’a’ wa at-Taubah wa al-Istighfar [2699])
[4] al-Qur’an dan Perniagaan Yang Tidak Akan Merugi
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang membaca Kitab Allah dan mendirikan sholat serta menginfakkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka berharap akan suatu perniagaan yang tidak akan merugi. Supaya Allah sempurnakan balasan untuk mereka dan Allah tambahkan keutamaan-Nya kepada mereka. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Berterima kasih.” (QS. Fathir: 29-30)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman maukah Aku tunjukkan kepada kalian suatu perniagaan yang akan menyelamatkan kalian dari siksaan yang sangat pedih. Yaitu kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan kalian pun berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian. Hal itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. Maka niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan tempat tinggal yang baik di surga-surga ‘and. Itulah kemenangan yang sangat besar. Dan juga balasan lain yang kalian cintai berupa pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat. Maka berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. ash-Shaff: 10-13)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang yang beriman, jiwa dan harta mereka, bahwasanya mereka kelak akan mendapatkan surga. Mereka berperang di jalan Allah sehingga mereka berhasil membunuh (musuh) atau justru dibunuh. Itulah janji atas-Nya yang telah ditetapkan di dalam Taurat, Injil, dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih memenuhi janji selain daripada Allah, maka bergembiralah dengan perjanjian jual-beli yang kalian terikat dengannya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah: 111)
[5] al-Qur’an dan Kemuliaan Sebuah Umat

Dari ‘Amir bin Watsilah, dia menuturkan bahwa suatu ketika Nafi’ bin Abdul Harits bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfan (sebuah wilayah diantara Mekah dan Madinah, pent). Pada waktu itu ‘Umar mengangkatnya sebagai gubernur Mekah. Maka ‘Umar pun bertanya kepadanya, “Siapakah yang kamu angkat sebagai pemimpin bagi para penduduk lembah?”. Nafi’ menjawab, “Ibnu Abza.” ‘Umar kembali bertanya, “Siapa itu Ibnu Abza?”. Dia menjawab, “Salah seorang bekas budak yang tinggal bersama kami.” ‘Umar bertanya, “Apakah kamu mengangkat seorang bekas budak untuk memimpin mereka?”. Maka Nafi’ menjawab, “Dia adalah seorang yang menghafal Kitab Allah ‘azza wa jalla dan ahli di bidang fara’idh/waris.” ‘Umar pun berkata, “Adapun Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam memang telah bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat dengan Kitab ini sebagian kaum dan dengannya pula Dia akan menghinakan sebagian kaum yang lain.”.” (HR. Muslim dalam Kitab Sholat al-Musafirin [817])
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an [5027])
[6] al-Qur’an dan Hasad Yang Diperbolehkan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada hasad kecuali dalam dua perkara: seorang lelaki yang diberikan ilmu oleh Allah tentang al-Qur’an sehingga dia pun membacanya sepanjang malam dan siang maka ada tetangganya yang mendengar hal itu lalu dia berkata, “Seandainya aku diberikan sebagaimana apa yang diberikan kepada si fulan niscaya aku akan beramal sebagaimana apa yang dia lakukan.” Dan seorang lelaki yang Allah berikan harta kepadanya maka dia pun menghabiskan harta itu di jalan yang benar kemudian ada orang yang berkata, “Seandainya aku diberikan sebagaimana apa yang diberikan kepada si fulan niscaya aku akan beramal sebagaimana apa yang dia lakukan.”.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an [5026])
[7] al-Qur’an dan Syafa’at
Dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bacalah al-Qur’an! Sesungguhnya kelak ia akan datang pada hari kiamat untuk memberikan syafa’at bagi penganutnya.” (HR. Muslim dalam Kitab Sholat al-Musafirin [804])
[8] al-Qur’an dan Pahala Yang Berlipat-Lipat
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca satu huruf dalam Kitabullah maka dia akan mendapatkan satu kebaikan. Satu kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan bahwa Alif Lam Mim satu huruf. Akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Tsawab al-Qur’an [2910], disahihkan oleh Syaikh al-Albani)
[9] al-Qur’an Menentramkan Hati
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan hati mereka bisa merasa tentram dengan mengingat Allah, ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati akan merasa tentram.” (QS. ar-Ra’d: 28). Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa pendapat terpilih mengenai makna ‘mengingat Allah’ di sini adalah mengingat/merenungkan al-Qur’an. Hal itu disebabkan hati manusia tidak akan bisa merasakan ketentraman kecuali dengan iman dan keyakinan yang tertanam di dalam hatinya. Sementara iman dan keyakinan tidak bisa diperoleh kecuali dengan menyerap bimbingan al-Qur’an (lihat Tafsir al-Qayyim, hal. 324)
[10] al-Qur’an dan as-Sunnah Rujukan Umat
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul, dan juga ulil amri di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.” (QS. an-Nisaa’: 59)
Maimun bin Mihran berkata, “Kembali kepada Allah adalah kembali kepada Kitab-Nya. Adapun kembali kepada rasul adalah kembali kepada beliau di saat beliau masih hidup, atau kembali kepada Sunnahnya setelah beliau wafat.” (lihat ad-Difa’ ‘anis Sunnah, hal. 14)
[11] al-Qur’an Dijelaskan oleh as-Sunnah
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr/al-Qur’an supaya kamu menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka itu, dan mudah-mudahan mereka mau berpikir.” (QS. an-Nahl: 44). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa menaati rasul itu maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (QS. an-Nisaa’: 80). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh telah ada bagi kalian teladan yang baik pada diri Rasulullah, yaitu bagi orang yang mengharapkan Allah dan hari akhir.” (QS. al-Ahzab: 21)
Mak-hul berkata, “al-Qur’an lebih membutuhkan kepada as-Sunnah dibandingkan kebutuhan as-Sunnah kepada al-Qur’an.” (lihat ad-Difa’ ‘anis Sunnah, hal. 13). Imam Ahmad berkata, “Sesungguhnya as-Sunnah itu menafsirkan al-Qur’an dan menjelaskannya.” (lihat ad-Difa’ ‘anis Sunnah, hal. 13)
Wallahu a’lam bish showab. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

[1] al-Qur’an adalah Cahaya
Cahaya yang akan menerangi perjalanan hidup seorang hamba dan menuntunnya menuju keselamatan adalah cahaya al-Qur’an dan cahaya iman. Keduanya dipadukan oleh Allah ta’ala di dalam firman-Nya (yang artinya), “Dahulu kamu -Muhammad- tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami yang Kami kehendaki.” (QS. asy-Syura: 52)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “…Dan sesungguhnya kedua hal itu -yaitu al-Qur’an dan iman- merupakan sumber segala kebaikan di dunia dan di akherat. Ilmu tentang keduanya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Bahkan pada hakekatnya tidak ada ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya selain ilmu tentang keduanya.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 38)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia, sungguh telah datang kepada kalian keterangan yang jelas dari Rabb kalian, dan Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang-benderang.” (QS. an-Nisaa’: 174)

Khasiat minyak Zaitun

Friday, January 25, 2013

Nabi saw. telah berpesan agar kita mengkonsumsi dan memakai zaitun sebagai minyak. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, ada enam belas pakar kedokteran paling tersohor di dunia berkumpul di Roma pada tanggal 21 April 1997 M, untuk menerbitkan beberapa pengarahan dan keputusan bersama tentang tema “Minyak Zaitun dan Nutrisi Laut Putih Tengah”.
Dalam pernyataan tersebut, mereka menegaskan bahwa mengkonsumsi minyak zaitun bisa memberikan andil melindungi tubuh dari serangan penyakit jantung koroner, kenaikan kolesterol darah, kenaikan tekanan darah, serta sakit diabetes dan obesitas, di samping minyak zaitun juga berkhasiat mencegah terjadinya beberapa jenis kanker.
Minyak Zaitun Mengurangi Kolesterol Berbahaya
Berbagai riset membuktikan adanya fakta yang tidak menyi-sakan keraguan lagi, bahwa minyak zaitun menurunkan total kadar kolesterol dan kolesterol berbahaya, tanpa mengurangi kandungan kolesterol yang bermanfaat.

Fakta Thibbun Nabawi: Habbatus Sauda, Madu, dan Minyak Zaitun

Penyusun: Ummu Hajar

Saudaraku, tahukah kalian bahwa penyakit itu ada dua macam, penyakit hati dan penyakit jasmani? Kedua penyakit itu disebutkan dalam Al-Qur’an. Klasifikasi jenis penyakit ini mengandung hikmah ilahi dan kemukjizatan yang hanya bisa dicapai oleh kalangan medis di pertengahan abad ke-18. Sesungguhnya iman kepada Allah dan para Rasul, yaitu aqidah yang tertanam dalam hati, merupakan solusi pengobatan yang terpenting bagi hati, yakni bagi penyakit jiwa. Sedangkan untuk penyakit jasmani, kita bisa menengok metode pengobatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Istilah Thibbun Nabawi dimunculkan oleh para dokter muslim sekitar abad ke-13 M untuk menunjukkan ilmu-ilmu kedokteran yang berada dalam bingkai keimanan pada Allah, sehingga terjaga dari kesyirikan, takhayul dan khurofat.


Syubhat dan Hujah Orang-Orang yang Membolehkan Perayaan Maulid Beserta Bantahannya ( 5 )

Wednesday, January 23, 2013

Keenam Belas: Sesungguhnya perayaan maulid adalah amalan yang boleh menghidupkan semangat kita untuk mengingat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam, dan ini adalah perkara yang disyari’atkan.

Ini dijadikan dalil oleh Muhammad bin ‘Alwy Al-Maliki dalam Haulal Ihtifal halaman 20.

Bantahan:

Cara mengingat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bukanlah dengan berbuat bid’ah yang telah baginda larang, akan tetapi dengan cara meninggalkan semua jenis bid’ah (termasuk di dalamnya perayaan maulid) dan semua perkara yang baginda larang.

Mengingat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam, (kalau sekadar itu yang diinginkan), maka tidak perlu dengan merayakan maulid. Kerana mengingati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam boleh dilakukan dengan berselawat kepada baginda, berdo’a setelah mendengar azan, berselawat kepada baginda ketika mendengar nama baginda disebut, berdo’a setelah berwudhu, dan amalan-amalan ibadah lainnya.

Syubhat dan Hujah Orang-Orang yang Membolehkan Perayaan Maulid Beserta Bantahannya ( 4 )

Ketiga Belas: Sebahagian mereka berdalih bahawa sebahagian ulama sunnah ada yang memperbolehkan perayaan maulid, seperti Imam As-Suyuthi Rahimahullahu dan yang lainnya.

Maka kami hanya mengikuti mereka kerana mereka adalah orang yang berilmu.

Bantahan:

Tidak diragukan bahawa ucapan ini adalah ucapan yang penuh dengan fanatisme, taqlid, dan kesombongan yang telah diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana yang telah berlalu penjelasannya pada bab kelima dari buku ini.

Kemudian, perselisihan para ulama dalam masalah ini (yakni bid’ah maulid) adalah perselisihan yang sifatnya tadhadh (saling berlawanan dan menafikan), yang salah satunya adalah kebenaran dan yang lainnya adalah kebatilan, bukan perselisihan tanawwu’ (cabang) yang sifatnya masih menerima toleransi dan kompromi.

Sebagai seorang muslim, hendaklah mengembalikan semua perselisihan hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana yang telah kami tegaskan pada bab pertama. (Lihat Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi - edt).

[Rujukan: Ar-Roddu ‘ala Syubhat man Ajazal Maulid syubhat ketiga belas]

Syubhat dan Hujah Orang-Orang yang Membolehkan Perayaan Maulid Beserta Bantahannya ( 3 )

Kelapan: Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam tentang keutamaan hari Jumaat:

“Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jumaat, padanya diciptakan Adam, padanya dia diwafatkan, padanya dia dimasukkan ke Syurga dan padanya dia dikeluarkan darinya, serta tidak akan tegak Hari Kiamat kecuali pada hari Jumaat”. (HR. Muslim no: 854 dari Abu Hurairah Radhiallahu‘anhu)

Dalam kitab Haulal Ihtifal halaman 14, Muhammad ‘Alwy Al-Maliki menyatakan bahawa jika hari Jumaat memiliki keutamaan kerana pada hari itu Nabi Adam tercipta, maka tentunya hari ketika pimpinan para Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam tercipta itu lebih layak untuk mendapatkan keutamaan dan kemuliaan.

Bantahan:

Syaikh At-Tuwaijiri Rahimahullahu berkata dalam Ar-Roddul Qowy (halaman 82): “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam tidak pernah mengkhususkan hari Jumaat untuk melaksanakan sesuatupun berupa amalan-amalan sunnah, dan baginda telah melarang untuk mengkhususkan hari Jumaat dengan berpuasa atau mengkhususkan malam Jumaat untuk solat malam. Di dalam Sahih Muslim (no: 1144) dari Abu Hurairah Radhiallahu‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bahawa baginda bersabda:

“Jangan kamu mengkhususkan malam Jumaat di antara malam-malam lainnya dengan mengerjakan solat malam dan jangan kamu khususkan hari Jumaat di antara hari-hari lainnya dengan berpuasa, kecuali apabila (hari Jumaat) bertepatan dengan hari kebiasaan salah seorang di antara kamu berpuasa.”

Syubhat dan Hujah Orang-Orang yang Membolehkan Perayaan Maulid Beserta Bantahannya ( 2 )


Keempat: Mereka (para pendukung maulid) berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan sebahagian tempat yang memiliki hubungan dengan para Nabi, misalnya maqam (tempat berdiri) Ibrahim ‘alaihis salam."

Kerana itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى

Maksudnya: “Dan jadikanlah sebahagian maqam (tempat berdiri) Ibrahim sebagai tempat solat”. (Al-Baqarah : 125)

Di dalam ayat ini terdapat motivasi untuk memperhatikan semua perkara yang berhubungan dengan para Nabi. Maka di antara bentuk pengamalan ayat ini adalah dengan memperhatikan hari kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam.

Bantahan:

Sesungguhnya seluruh ibadah landasannya adalah tauqifiyah (terbatas pada dalil yang ada) dan ittiba’, bukan berlandaskan pendapat dan perbuatan bid’ah. Jadi, perkara apapun yang dimuliakan oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam berupa waktu ataupun tempat, maka hanya itu saja yang berhak untuk dimuliakan. Dan perkara apapun yang tidak dimuliakan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka perkara tersebut tak boleh dimuliakan. Benar Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan seluruh hamba-Nya untuk menjadikan maqam Ibrahim [*] sebagai tempat solat, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pernah memerintahkan mereka untuk menjadikan hari kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam sebagai hari raya yang mereka berbuat bid’ah di dalamnya.

Syubhat dan Hujah Orang-Orang yang Membolehkan Perayaan Maulid Beserta Bantahannya ( 1 )

Orang-orang yang membolehkan perayaan maulid ini memiliki banyak dalil (syubhat), dan di sini kami akan menyebutkan 22 dalil sebagai wakil dari dalil-dalil mereka yang tidak disebutkan di sini.

Itupun semua dalil mereka hanya berkisar pada 4 keadaan:

1. Ayat atau hadis yang sahih akan tetapi salah pendalilan (yakni tidak digunakan pada tempatnya – edt).
2. Hadis lemah, bahkan palsu yang tidak boleh diguna sebagai hujjah.
3. Perkataan sebahagian ulama, yang mereka ini bukan merupakan hujjah bila menyelisihi dalil.
4. Alasan yang dibuat-buat untuk mencapai maksud mereka yang rosak.

Apa Hukum Merayakan Maulid Nabi?


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjawab:
Pertama, malam kelahiran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak diketahui secara pasti kapan. Bahkan sebagian ulama masa kini menyimpulkan hasil penelitian mereka bahwa sesungguhnya malam kelahiran beliau adalah pada tanggal 9 Robi’ul Awwal dan bukan malam 12 Robi’ul Awwal. Oleh sebab itu maka menjadikan perayaan pada malam 12 Robi’ul Awwal tidak ada dasarnya dari sisi latar belakang historis.

Kedua, dari sisi tinjauan syariat maka merayakannya pun tidak ada dasarnya. Karena apabila hal itu memang termasuk bagian syariat Allah maka tentunya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya atau beliau sampaikan kepada umatnya. Dan jika beliau pernah melakukannya atau menyampaikannya maka mestinya ajaran itu terus terjaga, sebab Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran dan Kami lah yang menjaganya.” (QS. Al-Hijr: 9)

Mana Bukti Cintamu pada Nabi?





Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi akhir zaman, kepada keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Dengan berbagai macam cara seseorang akan mencurahkan usahanya untuk membuktikan cintanya pada kekasihnya. Begitu pula kecintaan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap orang pun punya berbagai cara untuk membuktikannya. Namun tidak semua cara tersebut benar, ada di sana cara-cara yang keliru. Itulah yang nanti diangkat pada tulisan kali ini. Semoga Allah memudahkan dan memberikan kepahaman.

Cinta Cinta Sejati Kepada Sang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam




Hukum Mencintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Pada suatu hari Umar bin Khattab berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Tidak, demi Allah, hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Maka berkatalah Umar, “Demi Allah, sekarang engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri!” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, lihat Fath al-Bari [XI/523] no: 6632)

Di lain kesempatan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan, “Demi Allah, salah seorang dari kalian tidak akan dianggap beriman hingga diriku lebih dia cintai dari pada orang tua, anaknya dan seluruh manusia.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, lihat Fath al-Bari [I/58] no: 15, dan Muslim dalam Shahih-nya [I/67 no: 69])

Ensiklopedia Maulid Nabi: Cinta Kepada Rasul, Dahulu dan Sekarang


Sebagai seorang muslim, mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Hal ini merupakan konsekuensi dari kesaksian kita akan kerasulan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagaimana tidak? melalui beliau lah kita terbebas dari segudang warisan jahiliyah yang telah mengakar begitu lama. Kalau lah tidak karena hidayah Allah, kemudian karena pengorbanan beliau dalam mendakwahkan Islam, niscaya sampai hari ini kita masih terjerat dalam belenggu syirik dan jahiliyah.

Segala puji bagi-Mu ya Allah, atas hidayah dan taufiq yang Kau curahkan kepada kami, dan semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah padamu ya Rasulullah, atas setiap pengorbananmu demi menegakkan dien ini…
Sungguh, berbicara mengenai kepribadian beliau adalah suatu kenikmatan tersendiri, berkisah tentang pernak pernik kehidupan beliau benar-benar menimbulkan decak kagum dan membesarkan hati…

APAKAH MUNGKIN PERSATUAN ITU (AKAN TERWUJUD) BERSAMAAN DENGAN BERBEDA-BEDANYA MANHAJ DAN AQIDAH?



Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan


Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan ditanya : Apakah mungkin persatuan itu (akan terwujud) bersamaan dengan berbeda-bedanya Manhaj dan Akidah ?
Jawaban.
Persatuan tidak akan terwujud bersamaan dengan (adanya berbagai kelompok) yang memiliki bermacam-macam manhaj dan akidah, sebaik-baik bukti akan hal itu adalah: Keadaan bangsa Arab sebelum diutusnya Rasul shalallahu ‘alaihi wasallam, di mana mereka saat itu berpecah-belah dan saling bertengkar, maka setelah mereka masuk Islam dan berada di bawah bendera tauhid, akidah dan manhajnya menjadi, maka bersatulah mereka, dan berdiri tegaklah daulahnya.

walau badai menghadang!!

Tuesday, January 22, 2013

Ketahuilah saudaraku, zaman yang kita hidup saat ini sungguh sungguh amat berat. Yang namanya cobaan pasti akan melanda orang beriman. Setiap orang yang menjalankan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti akan mendapatkan cemoohan. Sebaliknya, orang yang bergelimang dengan kemaksiatan dan bid’ah itulah yang sering mendapatkan pujian.
Jika kita lihat, kaum muslimin malah sering mencemooh orang yang berpegang teguh dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang bercadar dibilang ‘ninja’. Orang yang berjenggot dikata ‘kambing’. Orang yang celananya cingkrang (di atas mata kaki) deejek ‘celana kebanjiran’. Bahkan orang-orang seperti ini dimasukkan ke dalam aliran sesat seperti dikata pengikut LDII (yang dulu bernama LEMKARI dan ajarannya menyimpang dari ajaran Islam). Bahkan tak sedikit  yang katakan mereka adalah teroris, pengikut Amrozi, anak buah Osama bin Laden, dan semisal itu.
Tetapi kami sangat heran. Tidak ada orang yang mencela artis yang goyang ‘ngebor’, yang berpose telanjang di majalah-majalah. Malah yang dicela dan diejek adalah orang-orang yang memakai jilbab atau memakai cadar yang melaksanakan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

BERSYUKUR DENGAN YANG SEDIKIT

Alhamdulillah, puji syukur pada Allah pemberi berbagai macam nikmat. Shalawat dan salam senantiasa dipanjatkan pada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Setiap saat kita telah mendapatkan nikmat yang banyak dari Allah, namun kadang ini terus merasa kurang, merasa sedikit nikmat yang Allah beri. Allah beri kesehatan yang jika dibayar amatlah mahal. Allah beri umur panjang, yang kalau dibeli dengan seluruh harta kita pun tak akan sanggup membayarnya. Namun demikianlah diri ini hanya menggap harta saja sebagai nikmat, harta saja yang dianggap sebagai rizki. Padahal kesehatan, umur panjang, lebih dari itu adalah keimanan, semua adalah nikmat dari Allah yang luar biasa.

BERISTIQOMAH LAH !

Sunday, January 20, 2013

Segala puji bagi Allah, Rabb yang telah menciptakan kita dan orang-orang sebelum kita agar kita beriman dan istiqomah di atas ketaatan kepada-Nya. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi terakhir dan kekasih ar-Rahman, sang pembawa petunjuk dan agama yang benar untuk dimenangkan di atas seluruh agama yang ada. Amma ba’du.

Saudara-saudaraku sekalian, … kita hidup di zaman yang penuh dengan cobaan dari Allah al-’Aziz al-Hakim. Cobaan dan ujian yang menyelimuti umat manusia ibarat derasnya hujan yang menyirami bumi, bahkan terkadang bergelombang menyerang silih berganti bak ombak lautan yang menerjang tepi-tepi pantai. Maha suci Allah dari melakukan perbuatan yang sia-sia. Sesungguhnya, dengan ujian dan musibah yang mendera manusia akan menampakkan kepada kita siapakah orang yang tegar di atas jalan-Nya, dan siapakah orang-orang yang berjatuhan dan melenceng dari jalan-Nya yang lurus.


Kemuliaan, Hanya dengan Kembali kepada Manhaj Salaf

Segala puji adalah milik Allah. Pujian dan keselamatan semoga terlimpah kepada Nabi akhhir zaman Muhammad bin Abdullah, para sahabatnya, dan segenap pengikut mereka yang setia. Amma ba’du.
Saudaraku, semoga Allah menyadarkan hati kita dari kelalaian dan penyimpangan, sesungguhnya kemuliaan yang didambakan oleh kaum muslimin tidak akan pernah diraih kecuali dengan menjunjung tinggi ajaran al-Qur’an. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –yang tidak berbicara dengan hawa nafsunya- telah mengabarkan kepada kita, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat sebagian orang dengan sebab kitab ini dan akan merendahkan sebagian yang lain dengan sebab kitab ini pula.” (HR. Muslim)

GENERASI TERBAIK UMMAT

“Belum pernah ada, dan tidak akan pernah ada suatu kaum yang serupa dengan mereka”
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Barangsiapa hendak mengambil teladan maka teladanilah orang-orang yang telah meninggal. Mereka itu adalah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang yang paling baik hatinya di kalangan umat ini. Ilmu mereka paling dalam serta paling tidak suka membeban-bebani diri. Mereka adalah suatu kaum yang telah dipilih oleh Allah guna menemani Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan untuk menyampaikan ajaran agama-Nya. Oleh karena itu tirulah akhlak mereka dan tempuhlah jalan-jalan mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus.” (Al Wajiz fi ‘Aqidati Salafish shalih, hal. 198)

Dimana Air Matamu? Dimanakah?

Saturday, January 19, 2013

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.” (HR. Tirmidzi [1633]).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; [1] seorang pemimpin yang adil, [2] seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah ta’ala, [3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid, [4] dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya, [5] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan kerkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan tetapi dia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’, [6] seorang yang bersedekah secara sembunyi-sumbunyi sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan [7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).” (HR. Bukhari [629] dan Muslim [1031]).

Aku [Sangat] Membutuhkan-Mu

Segala puji untuk Allah, Yang menciptakan manusia dan tidak membutuhkan mereka, Yang menciptakan mereka agar mau tunduk dan mengagungkan-Nya, Yang segala manfaat dan madharat ada di tangan-Nya. Semoga pujian dan keselamatan terlimpah kepada Nabi pilihan, sang kekasih ar-Rahman, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Amma ba’du.
Saudaraku, menjalani kehidupan di alam dunia adalah sebuah cobaan dari Rabbul ‘alamin. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian, siapakah di antara kalian yang terbaik amalnya.” (QS. al-Mulk: 2). Untuk itulah, sebaik-baik insan adalah yang senantiasa menghadirkan perasaan bahwa Rabbnya sedang mengujinya, dengan apapun yang sedang dialaminya; kesenangan, musibah, ataupun terjerembab dalam dosa.

Tetap Tegar Tatkala Fitnah Berkobar

Sesungguhnya kita hidup di jaman yang penuh dengan fitnah. Fitnah berupa kekafiran, kemunafikan, ataupun kebid’ahan dan kemaksiatan. Satu fitnah belum selesai tiba-tiba datang fitnah yang baru. Sementara fitnah itu turun bagaikan derasnya curahan air hujan yang membasahi sudut-sudut pemukiman. Terkadang ia datang secara bergelombang bagaikan ombak lautan. Sehingga membuat kaum muslimin bagaikan sampah yang diseret oleh aliran air, tidak jelas arahnya. Terombang-ambing ke sana kemari. Ketika fitnah ini muncul di permukaan, hanya diketahui oleh segelintir manusia yaitu ahli ilmu, sedangkan kebanyakan manusia baru menyadarinya setelah fitnah itu berkecamuk dan membara di mana-mana.

MENGAPA HARUS MANHAJ SALAF....?

Buat bekal agar semakin mantap melangkah di atas manhaj yang haq. Supaya bermanfaat juga untuk yang lain, gak ada salahnya aku posting di sini, sekaligus mengamalkan surat al-'asr, untuk selalu tawashoubil haq.


Pastinya sebagian dari umat Islam sudah memahami apa itu manhaj? salaf? dan manhaj salaf? Secara bahasa manhaj adalah jalan. Salaf artinya terdahulu, yang dimaksud para salaf adalah generasi sahabat, tabi'in dan tabiut tabi'in. Manhaj salaf adalah sebuah metodologi dalam memahami Al-Qur'an dan As-sunnah yang merujuk pada pemahaman tiga generasi terbaik. Namun, untuk memahami istilah salaf, kita harus lihat dari dua pengertian berikut:

  1. Sisi qudwah (keteladanan), mereka yaitu tiga generasi pertama dan terbaik dalam Islam. Siapa lagi kalau bukan sahabat, tabi'in dan tabiut tabi'in.
  2. Sisi manhaj (metode), mereka tidak terbatas pada tiga generasi awal, namun juga termasuk setiap muslim yang mengikuti manhaj mereka hingga yaumul qiyamah. Setiap orang yang iltizam dengan manhaj salaf maka mereka adalah pengikut salaf. Namun perlu diingat bahwa mengikuti salaf tidak cukup dengan menyebut dirinya "salafy", namun harus dibuktikan dengan amalan, Dan hendaknya kita berhati-hati jangan sampai terjerumus kedalam kelompok, tapi ini adalah manhaj salafus sholeh adalah menjalankan Islam berdasar Al-Qur'an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman orang orang sholeh yang terdahulu.(pen,)

Berpegang Al Quran & As Sunnah, Mengikuti Salafus Shalih Ali Imran

Berpegang Dengan Al Quran Dan As Sunnah, Mengikuti Atsar Salafus Shalih, Dan Menjauhi Bid’ah
1. Allah Ta’ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dgn sebenar-benar takwa & janganlah kamu mati kecuali dlm keadaan Muslim. Dan berpeganglah kamu semua dgn tali Allah & jangan berpecah-belah. Dan ingatlah nikmat Allah terhadapmu ketika kamu saling bermusuhan maka Dia satukan hati kamu lalu kamu menjadi bersaudara dgn nikmat-Nya & ingatlah ketika kamu berada di bibir jurang neraka lalu Dia. selamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menjelaskan kepada kamu ayat-ayat-Nya agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran : 102-103)
2. Allah Ta’ala berfirman :
“Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia & jangan kamu ikuti jalan-jalan (lainnya) sebab jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Allah berwasiat kepada kamu mudah-mudahan kamu bertaqwa.” (QS. Al An’am : 153)

NIYAHAH DAN SELAMATAN KEMATIAN

Selamatan kematian adalah tradisi yang tersebar di tengah-tengah masyarakat kita. Selamatan ini diadakan pada hari ke-7, 40, 100 dan 1000. Acara ini dilakukan dalam rangka mengirim do’a kepada mayit, dilakukan dengan keluarga mayit mengumpulkan jama’ah, di dalamnya juga tuan rumah menyajikan makanan untuk para tamu. Bahkan bukan dengan itu saja, kadang disisipi amplop. Mengenai hal ini sebenarnya telah disinggung oleh ulama masa silam, terutama dari madzhab Syafi’i. Mereka membahasnya pada masalah niyahah (meratapi mayit), sebagiannya menyinggung dalam Kitabul Janaiz.
Larangan Niyahah
Niyahah adalah jika seseorang bersedih dan menangisi mayit serta menghitung-hitung berbagai kebaikannya. Ada yang mengartikan pula bahwa niyahah adalah menangis dengan suara keras dalam rangka meratapi kepergian mayit atau meratap karena di antara kemewahan dunia yang ia miliki lenyap. Niyahah adalah perbuatan terlarang. Demikian penjelasan penulis ‘Aunul Ma’bud ketika menjelaskan maksud niyahah. Lihat ‘Aunul Ma’bud, 8: 277.

MERASA YANG LAIN LEBIH MULIA DARI DIRI SENDIRI

Ibnu Hajar berkata, “Tawadhu’ adalah menampakkan diri lebih rendah pada orang yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu’ adalah memuliakan orang yang lebih mulia darinya.” (Fathul Bari, 11: 341). Berikut kita akan melihat perkataan seorang tabi’in yang alim nan mulia, Al Fudhail bin ‘Iyadh mengenai sifat tawadhu’ (rendah hati).
Fudhail bin ‘Iyadh ditanya mengenai tawadhu’. Beliau menjawab, “Yang namanya tawadhu’ adalah tunduk pada kebenaran dan menerima kebenaran tersebut dari siapa pun.” Fudhail mengatakan pula, “Seandainya aku mendengar suatu kebenaran dari anak kecil, maka aku akan menerimanya. Begitu pula ketika aku mendengarnya dari orang yang bodoh, aku akan menerimanya.”
Ada yang mengatakan pula bahwa tawadhu’ adalah engkau menilai dirimu tidak ada apa-apanya. Siapa yang melihat dirinya begitu istimewa, maka tidak ada bagian tawadhu’ pada dirinya. (Dinukil dari kitab Sholahul Ummah fii ‘Uluwil Himmah, Dr. Sayyid bin Husain Al ‘Affani, 5: 449)
Inilah pendapat Al Fudhail bin ‘Iyadh mengenai sifat tawadhu’. Semoga Allah memupuk pada diri kita sifat yang mulia ini.
Wallahu waliyyut taufiq.



Faedah di pagi hari, 25 Muharram 1434 H @ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA

Rumaysho.

KYAI PLUS DUKUN !!!

Monday, January 14, 2013

Oleh
Ustadz Ahmas Faiz bin Asifuddin


Di tengah masyarakat Islam khususnya, sejak dahulu sudah dikenal ada tokoh-tokoh tertentu yang dapat menguasai jin dan mempunyai pengawal jin sampai puluhan, bahkan ribuan. Sekarang, sejalan dengan perkembangan dunia yang serba canggih, maka kemampuan menguasai dan menangkap makhluk kasat mata tersebut, konon dapat dipertontonkan di layar kaca. Aktifitas semacam itupun kian marak, dengan semakin banyaknya para pendusta yang berlabel kyai. Padahal sejatinya mereka adalah sebangsa paranormal.


ZINA MERAJALELA !

Oleh
Al-Ustadz Muhammad Arifin Badri

Zina termasuk dalam perbuatan dosa besar. Di antara penyebab seseorang terjerumus ke dalam perbuatan yang nista ini, ialah karena rendahnya iman dan moral masyarakat, serta saking gampangnya mempertontonkan aurat secara murah dan vulgar, terutama yang terjadi di kalangan kaum wanita.

Sebagian faktor yang menyuburkan perilaku hina ini, ialah merajalelanya pergaulan bebas antara lelaki dan perempuan. Tanpa takut dengan beban dosa, seluruh inderanya menerawang menikmati segala sesuatu yang tidak halal baginya. Ini menjadi langkah pertama bagi seseorang terjerumus ke jurang perbuatan zina yang nista. Oleh karena itu, Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan agar manusia tidak terperangkap perzinaan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya:

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".

Dan katakan kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami atau ayah, atau ayah suami atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara laki-laki atau putra-putra saudara laki-laki atau putra-putra saudari perempuan mereka, atau wanita-wanita muslimah atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (kepada wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung". [An-Nûr/24:30-31]


WALA' WAL BARA' DAN SOLIDARITAS YANG TIDAK TEPAT

Oleh
Ustadz Abu ‘Ashim bin Musthofa


Ada tudingan miring kepada orang-orang yang mengikuti manhaj Salaf ( orang orang sholeh yg terdahulu - pen ), bahwa mereka tidak peduli terhadap kondisi kaum Muslimin yang dipecundangi musuh, cenderung anti jihad dan terkesan menggembosi. Hanya berkutat dengan Al Qur'an, Hadits, hukum-hukum dan caci maki terhadap golongan-golongan kaum pergerakan. Tak peduli terhadap perjuangan kaum Muslimin, bahkan memojokkannya.

Untuk menguji tudingan itu, perlu kajian mendalam berkaitan dengan salah satu sisi penting penerapan wala' wal bara'. Sebab pemahaman wala' wal bara' secara salah bisa melahirkan tindakan fatal. Kesetiakawanan diberikan secara membabi buta. Dan permusuhanpun dilakukan secara brutal. Tak heran, kalau kemudian sebagian kaum muslimin terburu-buru membuat kesimpulan, misalnya ajakan memboikot produk-produk Amerika. Padahal antara produk dengan orang yang memproduksi tidak mesti mempunyai konsekuensi hukum yang sama. Mestinya ada pemilahan berdasarkan petunjuk syari'at. Tidak itu saja, bahkan sampai menghalalkan tindakan anarkis. Na'udzubillah.

Sebagai prolog, perlu diingat sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam Shahih Muslim.

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ الإِيْمَانِ : مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ ِممَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَيُحِبُّهُ إِلاَّ للهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِى الْكُفْرِ بَعْدَ أنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ. (رواه البخاري/ كتاب الإيمان- باب حلاوة الإيمان – رقم : 16 –الفتح 1/60 ؛ ومسلم/ كتاب الإيمان- باب بيان خصال من اتصف بهن وجد حلاوة الإيمان - شرح النووى بتحقيق وتخريج خليل مأمون شيحا 1/204 رقم : 163)

Ada tiga perkara, yang apabila ketiganya ada pada diri seseorang, maka ia akan mendapatkan rasa manisnya iman. Yaitu: apabila Allah dan RasulNya lebih ia cintai daripada yang selain keduanya, apabila ia menyintai seseorang, namun ia tidak menyintainya kecuali karena Allah. Dan apabila ia membenci untuk kembali ke dalam kekafiran sesudah Allah menyelamatkannya dari kekafiran itu, seperti halnya ia membenci jika ia dilemparkan ke dalam api. [HR Bukhari dan Muslim] [1]


Mudah Dalam Beribadah Dan Mudah Menjauhi Maksiat Adalah Salah Satu Nikmat Allah Ta'ala Terbesar

Friday, January 11, 2013

Bismillahirrahmanirrahim…
Saudaraku seiman....
Coba perhatikan dari berapa milyar manusia hanya sekitar kurang lebih 1,5 milyar yang menjadi muslim dan Anda di dalamnya.
Dari sekian banyak muslim yang sehat badan, hanya orang-orang yang dimudahkan Allah Ta'ala untuk selalu mendirikan shalat lima waktu
Dari sekian banyak muslim yang hartanya sampai nishab dan melalu satu haul, hanya orang-orang yang dimudahkan Allah Ta'ala untuk selalu membayar zakat jika telah diwajibkan
Dari sekian banyak muslim yang mempunyai waktu luang, hanya orang-orang yang dimudahkan Allah Ta'ala untuk selalu mengisinya dengan bacaan Al Quran.

Saudaraku seiman... silahkan cari contoh sendiri...
Saudaraku seiman...
Disaat kebanyakan manusia kafir, Anda ditakdirkan Allah sebagai muslim
Disaat kesyikiran sudah biasa terlihat, Anda dimudahkan Allah untuk membenci dan berlepas diri darinya
Disaat penyatuan agama sudah dianggap lumrah, tidak boleh ada agam yang mengaku paling benar "katanya", Anda dimudahkan Allah untuk tetap sabar dengan akidah Anda, Akidah Islam yng bersumber dari Al Quran dan Sunnah dengan pemahaman para salaf.
Disaat bid’ah sudah dianggap sunnah, Anda dimudahkan Allah untuk sangat memperhatikan ibadah agar mencontoh hanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Remaja Feed

Nasehat feed

Sentu Hatimu Feed

AL QURAN Feed

JALAN KEBENARAN Feed

 

© Copyright BERSATU DALAM ISLAM 2012 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Modified by Blogger Tutorials.