News Update :

Tidak Suka Menawarkan Diri Jadi Pemimpin

Friday, September 6, 2013

Inilah sikap generasi terbaik dari umat ini, para salafush sholeh. Mereka adalah orang-orang yang tidak suka menawarkan diri jadi pemimpin karena kekhawatiran mereka tidak bisa mengemban amanat dengan baik. Tidak seperti orang sekarang yang berburu-buru untuk “nyaleg” bahkan menyatakan dirinya yang paling amanat, bersih dari korupsi, lagi jujur dan adil. Lihat saja dampak buruk yang terhadi yang telah kita saksikan sendiri, di antara yang “nyaleg” malah jadi koruptor besar, bahkan caleg yang menyuarakan slogan Islam pun tak lepas dari cekalan komisi anti korupsi.
Mari kita ambil pelajaran dari hadits berikut ini.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ يَوْمَ خَيْبَرَ « لأُعْطِيَنَّ هَذِهِ الرَّايَةَ رَجُلاً يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَى يَدَيْهِ ». قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ مَا أَحْبَبْتُ الإِمَارَةَ إِلاَّ يَوْمَئِذٍ – قَالَ – فَتَسَاوَرْتُ لَهَا رَجَاءَ أَنْ أُدْعَى لَهَا – قَالَ – فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلِىَّ بْنَ أَبِى طَالِبٍ فَأَعْطَاهُ إِيَّاهَا وَقَالَ « امْشِ وَلاَ تَلْتَفِتْ حَتَّى يَفْتَحَ اللَّهُ عَلَيْكَ ». قَالَ فَسَارَ عَلِىٌّ شَيْئًا ثُمَّ وَقَفَ وَلَمْ يَلْتَفِتْ فَصَرَخَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلَى مَاذَا أُقَاتِلُ النَّاسَ قَالَ « قَاتِلْهُمْ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ فَقَدْ مَنَعُوا مِنْكَ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ »
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada hari perang Khoibar, “Aku akan memberi bendera (kepemimpinan) ini pada seseorang yang dia mencintai Allah dan Rasul-Nya dan akan datang kemenangan dari Allah lewat kedua tangannya.” ‘Umar bin Al Khottob lantas mengatakan, “Aku tidak begitu antusias menjadi pemimpin kecuali hari ini.” ‘Umar berkata, “Keitka itu saya menampakkan diri dengan harapan supaya sayalah yang dipanggil oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Akan tetapi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam malah memanggil ‘Ali bin Abi Tholib lalu beliau menyerahkan bendera itu padanya. Kemudian beliau bersabda, “Jalanlah dan janganlah kamu menoleh ke belakang sebelum Allah memberi kemenangan padamu.
Kemudia ‘Ali melangkah beberapa langkah lalu ia berhenti tetapi tidak menoleh ke belakang dan berteriak, “Wahai Rasulullah, atas dasar apakah saya memerangi manusia?” Beliau menjawab, “Perangilah mereka, sehingga mereka mau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Apabila mereka telah berbuat demikian, amanlah harta maupun darah mereka darimu kecuali dengan cara yang hak (benar). Sedangkan hisab mereka tergantung pada Allah.” (HR. Muslim no. 2405). Hadits ini diberi judul bab oleh Imam Nawawi dalam Syarh Muslim “Bab Keutamaan ‘Ali bin Abi Tholib“.

Tidak Antusias pada Kepemimpinan

Ucapan ‘Umar tersebut dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin di mana beliau berkata, “Aku tidaklah menginginkan kepemimpinan kecuali pada hari ini, ini adalah harapan ‘Umar agar ia mendapatkan sifat seperti yang Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- (cinta Allah dan Rasul, serta meraih kemenangan dalam perang, -pen). Oleh karena itu, ‘Umar keluar untuk menampakkan diri ketika itu.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 2: 46).
Imam Nawawi rahimahullah juga berkata, “Kenapa ‘Umar sampai antusias pada kepemimpinan saat itu karena ia suka akan apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan yaitu orang yang memimpin adalah yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, juga dia dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, serta kemenangan perang akan diraih lewat tangan orang yang meraih bendera kepemimpinan tersebut.” (Syarh Shahih Muslim, 15: 157).
Dari perkataan ‘Umar “Aku tidak begitu antusias menjadi pemimpin kecuali hari ini“, Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali hafizhohullah berkata, “Hadits di atas menunjukkan bahwa para sahabat asalnya tidak antusias pada kepemimpinan karena seperti itu akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat.” (Bahjatun Nazhirin, 1: 155).

Faedah Berharga Lainnya

  1. Yang membawa bendera kepemimpinan dalam perang Khoibar adalah orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, inilah sifat dari hizbullah (golongan Allah).
  2. Boleh menampakkan diri biar terlihat untuk menawarkan diri pada hal yang sudah ditegaskan kebaikannya.
  3. Pemimpin hendaklah memberikan wasiat dan nasehat pada pimpinan pasukan ketika berperang seperti yang dinasehati Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pada ‘Ali bin Abi Tholib.
  4. Para sahabat sangat menurut pada wasiat Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan merekalah orang-orang yang bersegara dalam kebajikan.
  5. Jika ada sesuatu yang masih samar atau tidak jelas, hendaklah ditanyakan.
  6. Kecintaan Allah dan Rasul-Nya diperoleh dengan iman dan mengikuti perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  7. Hadits ini menunjukkan mukjizat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana beliau mengabarkan tentang perkara ghoib namun itu terjadi sebagaimana yang beliau katakan yaitu kemenangan saat perang Khoibar.
  8. Tidak setiap orang yang mengucapkan laa ilaha illallah jadi aman darah dan hartanya. Harta dan hartanya masih bisa diambil lewat jalan yang hak (benar).
  9. Tidak boleh membunuh orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat kecuali jika ia menampakkan sesuatu yang membuat ia pantas untuk dibunuh seperti karena ia membunuh orang lain dengan sengaja atau ia melakukan perbuatan kufur atau riddah (pembatal keislaman).
  10. Hukum Islam diterapkan bagi orang yang menampakkan syari’at Islam, sedangkan apa yang di dalam hati adalah urusan yang bersangkutan dengan Allah.
  11. Jika seseorang memberitahu apa yang ada dalam hatinya bahwa ia akan melakukan demikian dan demikian, juga tidak memastikan bahwa ia akan mengerjakannya di waktu mendatang, hal itu tidak mengapa, meskipun tidak diiringi dengan ucapan “insya Allah“.
Semoga faedah di pagi hari ini bermanfaat untuk para pembaca, Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Referensi:
  • Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibni Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
  • Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilali, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H.
  • Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhis Sholihin, Prof. Dr. MUsthofa Al Bugho, dkk, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1432 H.
  • Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan tahun 1425 H.

____
Share this Article on :

0 comments:

Post a Comment

 

© Copyright BERSATU DALAM ISLAM 2012 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Modified by Blogger Tutorials.