Kapan waktu akhir penyembelihan kurban? Apakah pada hari tasyrik (tasyriq) yang terakhir (13 Dzulhijjah)? Bagaimana dalil-dalil yang membicarakan hal ini? Sedangkan waktu awal penyembelihan kurban adalah setelah shalat Idul Adha sebagaimana telah diterangkan dalam artikel "Waktu Penyembelihan Kurban".
Para ulama berselisih pendapat mengenai akhir waktu penyembelihan kurban (kurban). Ada 4 pendapat dalam masalah ini:
Pertama: Waktu penyembelihan kurban hanya pada hari Idul Adha saja (10 Dzulhijjah) hingga matahari tenggelam. Pendapat ini jelas alasannya. Dan tidak ada khilaf jika waktu penyembelihannya pada 10 Dzulhijjah setelah shalat ‘ied menurut pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Sedangkan menurut pendapat lainnya, penyembelihan pada hari tersebut dilakukan setelah imam menyembelih kurban.
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
"Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan (ayyam ma'lumat) atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir." (QS. Al Hajj: 28).
Yang dimaksud ayyam ma'lumaat adalah sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah dan hari terakhirnya adalah hari Idul Adha. Inilah pendapat kebanyakan ulama dan diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas.
Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid berkata, "Adapun alasan ulama yang menyatakan waktu penyembelihan hanya pada hari kesepuluh beralasan karena ayyam ma'lumaat adalah sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah. Seandainya ada ijma' bahwa penyembelihan hanya hari kesepuluh saja, maka itu bisa berarti penyembelihan hanya hari kesepuluh saja."
Alasan lainnya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa menyembelih kurban pada hari kesepuluh, sebagaimana terdapat dalam beberapa hadits yang membicarakan kurban beliau. Juga terdapat alasan lain bahwa tanggal 10 Dzulhijjah adalah hari yang disepakati oleh para ulama, selain hari tersebut masih diperselisihkan. Lihat Al Muhalla karya Ibnu Hazm, 7: 378
Kedua: Waktu penyembelihan kurban pada hari Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan 2 hari setelahnya (11 dan 12 Dzulhijjah). Tidak ada dalil shahih yang marfu’ (sampai pada Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-) selain atsar dari Ibnu ‘Umar yang mauquf (hanya perkataan Ibnu ‘Umar) yang menyatakan bolehnya sampai dua hari setelah Idul Adha. Ada atsar dari beliau yang menjelaskan tafsiran ‘ayyam ma’lumaat’ (hari tertentu sebagaimana disebut dalam surat Al Hajj ayat 28) dan termasuk di dalamnya hari ke-11 dan 12 Dzulhijjah. Akan tetapi atsar ini dho’if.
Beberapa alasan yang dikemukakan oleh ulama yang memilih pendapat kedua ini:
1- Di antara tafsiran ayyam ma'lumat dari surat Al Hajj ayat 28 adalah hari Idul Adha dan 2 hari setelahnya. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu 'Umar.
2- Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah melarang menyembelih setelah hari Idul Adha.
3- Ada riwayat shahih dari Ibnu 'Umar yang menyatakan, "Hari Adha (hari penyembelihan) adalah 2 hari setelah Idul Adha." HR. Imam Malik dari Nafi', dari Ibnu Umar. Dikeluarkan pula oleh Al Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah.
Ada riwayat shahih juga dari Anas yang mengatakan, "Hari Adha (hari penyembelihan) adalah hari Idul Adha dan dua hari setelahnya." HR. Ibnu Abi Syaibah dari Waki' dari Syu'bah, dari Qotadah, dari Anas.
Pendapat kedua ini yang menjadi pendapat kebanyakan ulama yaitu Imam Malik, Abu Hanifah, Ats Tsauri, dan Ahmad.
Ketiga:Waktu penyembelihan kurban pada hari Idul Adha dan 3 hari tasyriq setelahnya (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
Dalil yang digunakan adalah hadits Jubair bin Muth'im,
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ كُلُّهَا ذَبْحٌ
"Setiap hari tasyriq adalah hari penyembelihan." HR. Ahmad (4: 82), Al Baihaqi (9: 295), dan Al Bazzar dalam Kasyful Astaar, dari jalur Sa'id bin 'Abdul 'Aziz, dari Sulaiman bin Musa, dari Jubair bin Muth'im.
Sulaiman bin Musa, salah satu perowi mendapatkan komentar karena ia tidak bertemu dengan Jubair bin Muth'im. Dalam hadits ini pun terdapat idhthirob (ada perselisihan dalam periwayatan hadits dan periwayatannya sama-sama kuat dan tidak mungkin dikompromikan, -pen) dan hadits mudthorib adalah hadits dho'if. Yang mengisyaratkan adanya idthirob adalah Ibnu 'Abdil Barr dalam Al Istidzkar (15: 203-204), Ibnu Turkuman dalam Al Jauhar An Naqi (9: 296), juga Ibnul Qayyim mengatakan bahwa sanadnya terputus dalam Zaadul Ma'ad (2: 291), serta Al Hafizh juga menegaskan bahwa hadits "setiap hari tasyriq adalah hari penyembelihan" adalah ghoiru mahfuzh (menyelisihi riwayat yang lebih kuat, -pen).
Keempat: Waktu penyembelihan kurban adalah sampai akhir Dzulhijjah. Inilah pendapat Ibnu Hazm, namun dasar yang digunakan adalah hadits dho’if. Mereka berdalil dengan hadits, "Penyembelihan kurban dilakukan hingga hilal Muharram (akhir Dzulhijjah) bagi siapa yang ingin berkurban." Al Baihaqi mengatakan bahwa hadits ini dari Abu Salamah dan Sulaiman namun mursal (hadits yang di atas tabi'in terputus dan termasuk hadits dho'if, -pen).
Kesimpulan Pendapat
Syaikh Musthofa Al 'Adawi hafizhohullah mengatakan, "Adapun akhir waktu penyembelihan kurban, maka tidak ada hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang membicarakan hal itu sehingga para ulama berselisih pendapat dalam hal ini.
1- Waktu penyembelihan qurban hanya pada hari Idul Adha saja (10 Dzulhijjah). Pendapat ini jelas alasannya. Dan tidak ada khilaf jika waktu penyembelihannya pada 10 Dzulhijjah setelah shalat ‘ied menurut pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Sedangkan menurut pendapat lainnya, penyembelihan pada hari tersebut dilakukan setelah imam menyembelih qurban.
2- Waktu penyembelihannya pada hari Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan 2 hari setelahnya (11 dan 12 Dzulhijjah). Tidak ada dalil shahih yang marfu’ (sampai pada Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-) selain atsar dari Ibnu ‘Umar yang mauquf (hanya perkataan Ibnu ‘Umar) yang menyatakan bolehnya sampai dua hari setelah Idul Adha. Ada atsar dari beliau yang menjelaskan tafsiran ‘ayyam ma’lumaat’ (hari tertentu sebagaimana disebut dalam surat Al Hajj ayat 28) dan termasuk di dalamnya hari ke-11 dan 12 Dzulhijjah. Akan tetapi atsar inidho’if.
3- Waktu penyembelihan qurban pada hari Idul Adha dan 3 hari tasyriq setelahnya (11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Dasar pendapat ini adalah hadits dho’if dan mereka qiyaskan dengan hadyu.
4- Waktu penyembelihan qurban adalah sampai akhir Dzulhijjah. Inilah pendapat Ibnu Hazm, namun dasar yang digunakan adalah hadits dho’if. Ada pendapat demikian pula mengenai hadyu, namun pendalilannya dho’if.
Yang hati-hati bagi seseorang muslim bagi agamanya adalah melaksanakan penyembelihan qurban pada hari Idul Adha (10 Dzulhijjah) sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan dan hal ini lebih selamat dari perselisihan para ulama yang ada. Jika sulit melakukan pada waktu tersebut, maka boleh melakukannya pada 11 dan 12 Dzulhijjah sebagaimana pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Wallahu a’lam.” (Dinukil dari Fiqhul Udhiyah, hal. 118-119).
Lebih baik memang mengikuti sunnah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu melakukan penyembelihan pada hari kesepuluh. Jika memang ada udzur, maka silakan melakukan penyembelihan pada hari 11 dan 12 Dzulhijjah karena ada riwayat yang shahih dari Anas dan Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma. Jika ada kesulitan, maka sebagian ulama masih membolehkan pada hari ketigabelas. Sebagian lagi membolehkan hingga akhir Dzulhijjah. Demikian kesimpulan dari Syaikh Muhammad bin 'Ali Al 'Alawi dalam Fiqhul Udhiyah, hal. 118.
Demikian penjelasan ringkas dari kami, hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Fiqhul Udhiyah, Abu ‘Abirrahman Muhammad bin ‘Ali Al ‘Alawi, taqdim: Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, terbitan Dar Majid ‘Asiro.
---
0 comments:
Post a Comment