Oleh: Abdullah (Mahasiswa Ma’had Ali Al-Imam
Asy-Syafii Jember)
Judul di atas adalah jawaban yang diberikan oleh Ka’ab
Al-Ahbar kepada Umar Bin Khotob ketika beliau bertanya tentang makna takwa
kepada Ka’ab. Kemudian Ka’ab berkata, “apa yang anda lakukan?” Umar pun
menjawab, “Aku berhati-hati dan berusaha agar tidak tertusuk”. “itulah takwa!”
jawab Ka’ab.
Karena itu Ibnul Mu’taz berkata:
Tinggalkanlah segala dosa, meski yang kecil maupun yang besar, karena itulah hakikat ketakwaan berlakulah seperti pejalan kaki di atas jalan berduri dia menghindari setiap duri yang dilihatnya jangan sekali-kali meremehkan dosa kecil, sebab sesungguhnya gunung yang besar juga terangkai dari batu-batu
kerikil sesungguhnya seorang muslim dituntut untuk memohon
kepada Allah Ta’ala agar dianugerahi ketakwaan. Sesungguhnya do’a seperti ini
menjadi bagian do’a Nabi, padahal beliau adalah manusia yang paling takut dan
bertakwa kepada Allah. Beliau berdo’a, “Ya Allah, sesungguhnya akau memohon
hidayah, ketakwaan, kesucian dan sifat cukup kepada-Mu” (HR. Muslim)
.
Ketakwaan merupakan pakaian terbaik yang telah Allah perintahkan kepada kita untuk kita kenakan, serta bekal terbaik yang Dia perintahkan untuk kita jadikan bekal, selain takwa tidak ada yang pantas untuk dijadikan bekal dalam pengembaraan kita menuju negeri akherat yang penuh dengan kenikmatan. Kenikmatan abadi yang tidak pernah terputus, kekal abadi selama-lamanya. Dan dunia pastilah berkesudahan. Ketakwaan juga merupakan hak Allah Ta’ala atas segenap hamba-Nya. Yaitu, agar mereka bertakwa kepada-Nya denga sebenar-benar takwa. Dan ketakwaan merupakan wasiat-Nya bagi generasi awal hingga akhir. Allah Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan juga kepada kalian agar bertakwalah kepada Allah” (Annisa:131)
Ketakwaan merupakan pakaian terbaik yang telah Allah perintahkan kepada kita untuk kita kenakan, serta bekal terbaik yang Dia perintahkan untuk kita jadikan bekal, selain takwa tidak ada yang pantas untuk dijadikan bekal dalam pengembaraan kita menuju negeri akherat yang penuh dengan kenikmatan. Kenikmatan abadi yang tidak pernah terputus, kekal abadi selama-lamanya. Dan dunia pastilah berkesudahan. Ketakwaan juga merupakan hak Allah Ta’ala atas segenap hamba-Nya. Yaitu, agar mereka bertakwa kepada-Nya denga sebenar-benar takwa. Dan ketakwaan merupakan wasiat-Nya bagi generasi awal hingga akhir. Allah Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan juga kepada kalian agar bertakwalah kepada Allah” (Annisa:131)
Wasiat Takwa
Secara garis besar takwa merupakan wasiat Allah kepada
semua makhluk-Nya dan juga wasiat Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada umatnya. Adalah Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila
mengutus seorang pemimpin dalam peperangan, beliau mewasiatkan kepadanya agar
bertakwa kepada Allah bersama kaum muslimin (HR.Muslim:1731)
Ketika Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
khutbah pada haji wada’, beliau mewasiatkan kepada manusia agar bertakwa kepada
Allah Ta’ala dan patuh serta taat kepada pemimipin kaum muslimin (HR.Muslim:
1297, 1838)
Para salafusholih juga senantiasa saling mewasiatkan
kepada ketakwaan. Adalah Abu Bakar Shidiq radiyallahu’anhu berkata di dalam
khutbahnya berkata, “ ‘amma ba’du, aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa
kepada Allah Ta’ala, senantiasa memuji kepada-Nya karena Dialah yang berhak
dipuji, gabungkanlah rasa harap dan takut, dan memohonlah kepada Allah dengan
dengan sebenar-benarnya, karena Allah Subhanahu Wata’ala memuji Zakaria dan
ahli baitnya. Allah Ta’ala berfirman, “Sungguh mereka selalu bersegera dalam
mengerjakan kebaikan, dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan
cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyu’ kepada Kami” (Al-Anbiya : 90)
Seorang laki-laki berkata kepada Yunus bin ‘ubaid, ‘berilah aku wasiat!’, maka beliau berkata kepadanya, ‘aku wasiatkan kepadamu agar bertakwa kepada Allah dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah bersama orang-orang bertakwa dan yang berbuat kebaikan.
Dan dikatakan kepada seorang tabi’in menjelang
wafatnya, ‘berilah kami wasiat’, kemudian beliau berkata, “Aku wasiatkan kalian
dengan penutup surat an-nahl : ‘Sesungguhnya Allah bersama orang-orang bertakwa
dan yang berbuat kebaikan’ (An-Nahl ;128)
Bertakwalah Wahai Hamba Allah
Menurut bahasa takwa berarti menjaga diri atau
berhati-hati. Adapun menurut istilah syar’I, para ulama telah memberikan
beragam definisi tentang takwa. Secara umum, semuanya berkisar pada satu makna,
yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi segala hal yang dilarang.
Thalq bin Habib berkata, “Takwa artinya Anda
melaksanakan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya (ilmu dan iman) dari
Allah karena mengharap pahala dari-Nya, dan engkau meninggalkan segala bentuk
kemaksiatan kepada-Nya berdasarkan cahaya dari-Nya, karena takut terhadap
siksa-Nya”
Ali bin Abi Tholib berkata, “Takwa adalah takut kepada
Allah Ta’ala Yang Maha Perkasa, mengamalkan kandungan Al-Qur’an, merasa cukup
dengan yang sedikit dan mengambil bekal untuk perjalanan menuju akherat”
Rukun Ketakwaan
1) Ikhlas
2) Ittiba’
(Mengikuti Petunjuk Rosul)
Allah Ta’ala berfirman, “Ceritakanlah kepada mereka
kisah kedua putera Adam (Habil dan Qobil) menurut apa yang sebenarnya. Ketika
keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka
berdua (Habil), dan tidak deterima dari yang lain (Qobil). Ia (Qobil) berkata,
‘Aku pasti membunuhmu!’ berkata Habil, ‘sesungguhnya Allah hanya menerima
(kurban) dari orang-orang yang bertakwa’.”(Al-Maidah : 27)
Banyak orang berbeda pendapat tentang firman Allah :
“Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang bertakwa”
- golongan khowarij dan mu’tazilah berpendapat bahwa
kebaikan tidak akan diterima kecuali dari orang yang bertakwa secara mutlak,
yaitu orang yang tidak melakukan dosa besar.
- golongan murji’ah berpendapat bahwa kebaikan hanya
diterima dari orang yang menjaga dirinya dari kesyirikan. Mereka berpendapat
bahwa orang yang melakukan dosa besar termasuk kategori orang-orang yang
bertakwa.
- sedangkan menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, kebaikan
diterima dari orang yang bertakwa di dalam amal tersebut, yaitu sebuah
amal yang tulus karena Allah Ta’ala dan sesuai dengan perintah-Nya (mencontoh
Rosul). Maka siapa saja yang bertakwa di dalam amalnya, amal tesebut akan
diterima walaupun dia melakukan kemaksiatan dalam hal lainnya. Dan siapa yang
tidak bertakwa dalam amal tersebut, maka amal tersebut tidak akan diterma,
walaupun dia taat dalam hal lainnya.
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata tentang firman
Allah Ta’ala, “Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji siapa diantara
kamu yang lebih baik amalnya”. Bahwa amal yang terbaik adalah amal yang paling
ikhlas dan benar. Kemudian orang-orang bertanya kepada beliau, “wahai Abu Ali,
apa yang dimaksud dengan amal yang paling ikhlas dan benar?”. Beliau menjawab,
“Sesungguhnya sebuah amal jika ikhlas tetapi tidak benar, maka amal tersebut
tidak akan diterima, dan jika amal tersebut benar tetapi tidak ikhlas, maka
tidak akan diterima pula. Amal tersebut akan diterima jika benar dan ikhlas.
Ikhlas artinya hanya untuk Allah Ta’ala, sedangkan benar artinya sesuai dengan
sunnah Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Sebagaimana kita semua diperintahkan agar hanya takut
kepada Allah Ta’ala, bertawakal hanya kepada-Nya, berharap hanya kepada-Nya,
memohon pertolongan hanya kepada-Nya dan beribadah hanya kepada-Nya, kita juga
diperintahkan agar mengikuti Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
mentaatinya dan menjadikannya suri tauladan. Yang halal adalah sesuatu yang
dihalalkan olehnya, yang haram adalah sesutau yang diharamkan olehnya dan
ajaran agama adalah segala Sesuatu yang ditetapkannya. Allah Ta’ala berfirman, “Dan
sekiranya mereka mau puas dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Allah
dan Rosul-Nya, dan berkata, “cukuplah Allah bagi kami, Allah dan Rosul-Nya akan
memberikan kepada kami sebagian karunia-Nya. Sesungguhnya kami orang-orang yang
berharap kepada Allah” (At-Taubah : 59)
Allah Ta’ala menjadikan sumber hukum hanya milikNya
dan RosulNya, sesuai dengan firmanNya, “Apa yang diberikan Rosul kepadamu
maka terimalah, dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat keras siksaNya” (Al-Hasyr : 7)
3) Ilmu
Imam Ibnu Rajab rahimahulloh mengatakan, “Pokok ilmu
adalah pengetahuan terhadap Allah Ta’ala yang mendatangkan rasa takut dan cinta
kepada-Nya, serta selalu mendekat dan rindu kepada-Nya. Selanjutnya adalah
pengetahuan tentang hukum-hukum Allah Ta’ala dan segala apa yang dicintai dan
diridhoi Allah Ta’ala dari hamba-Nya berupa perkataan, perbuatan, keadaan
maupun keyakinan. Siapa saja yang terwujud dua ilmu ini pada dirinya maka
ilmunya adalah ilmu yang bermanfaat. Ia memperoleh ilmu yang bermanfaat, hati
yang khusyu’, jiwa yang merasa puas dan do’a yang didengar”
Abu Darda radiyallahu’anhu berkata, “Kamu
selamanya tidak akan menjadi orang yang bertakwa sampai kamu berilmu, dan ilmu
tersebut tidak akan menjadikanmu baik sampai kamu mengamalkannya”
Mungkinkah seorang yang bertakwa tapi tidak memiliki
ilmu?! Dari mana seseorang mengetahui perintah dan larangan Allah Ta’ala kalau
dia tidak menuntut ilmu?! Sebuah kemustahilan seseorang bisa mewujudkan penghambaan
dirinya kepada Allah Ta’ala secara sempurna jika dia tidak memiliki ilmu
tentangnya.
Jelaslah bagi kita ilmu merupakan syarat mutlak
menggapai ketakwaan yang sebenarnya.
Keutamaan Takwa
Banyak keutamaan takwa di dalam Al-Qur’an, diantaranya
:
- Amal yang bisa mengangkat derajat seseorang di dalam surga (Az-Zumar : 20)
- Allah Ta’ala bersama orang-orang yang bertakwa (An-Nahl : 128)
- Takwa merupakan sebaik-baik bekal seorang hamba di dunia dan di akherat (Al-Baqoroh:197)
- Dimudahkan urusan di dunia dan di akherat, serta dimudahkan rizkinya (Ath-Tholaq : 4)
- Takwa sebagai sebab seorang hamba dicintai Allah Ta’ala (Al-Imron : 76)
- Surga diwariskan bagi orang-orang yang bertakwa (Maryam : 63)
Ciri-ciri Orang Yang Bertakwa
Allah Ta’ala berfirman, “Dan bersgeralah kamu
mencari pengampunan dari Rabbmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas
langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu)
orang-orang yang berinfak baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah
mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan, dan juga orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menzhalimi diri sendiri (segera) mengingat
Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosanya, dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa-dosa selain Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
dosanya itu, sedang mereka mengetahui. Balasan bagi mereka adalah ampunan dari
Rabb mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka
kekal di dalamnya. Dan (itulah) sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang
beramal” (Ali’Imron : 133-136)
0 comments:
Post a Comment